TARAKAN – Setelah mengalami penurunan jumlah, populasi bekantan (Nasalis larvatus) di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan menunjukkan tren peningkatan. Hewan endemik Kalimantan yang dikenal dengan hidung panjang dan rambut berwarna cokelat kemerahan ini kini tercatat berjumlah sekitar 40 ekor.
“Pada tahun lalu populasinya sempat turun hingga menyentuh angka 30 ekor dan tahun ini jumlahnya mulai naik kembali,” ujar Heri Misdiono, pengelola KKMB saat ditemui alerta.co.id, Senin, 19 Mei 2025.
Heri menjelaskan, proses berkembang biak bekantan memang tidak mudah. Selain dikenal mudah mengalami stres, spesies primata ini juga memiliki sifat teritorial yang kuat. “Bekantan jantan bisa bertarung untuk memperebutkan wilayah kekuasaan, mirip perilaku singa di alam liar,” katanya.
Karena sifat alaminya itu upaya konservasi yang dilakukan pengelola lebih menitikberatkan pada penyediaan habitat yang menyerupai lingkungan asli. “Intervensi manusia justru bisa membuat mereka makin tertekan,” ucap Heri.
KKMB Tarakan sendiri menjadi satu-satunya lokasi konservasi bekantan yang berlokasi di area pemukiman kota di Indonesia. Hutan bakau yang menjadi rumah mereka terdiri atas dua bagian: sekitar 9 hektare merupakan kawasan mangrove tua yang sudah berusia ratusan tahun, sementara sisanya lebih dari 13 hektare merupakan kawasan hasil rehabilitasi selama dua dekade terakhir.
Kini, kawanan bekantan di kawasan tersebut dipimpin oleh tiga individu dominan yang dinamai Maikel, Rafael, dan Joo. Ketiganya menjadi simbol harapan bagi keberlanjutan spesies ini di habitat alaminya. (af)
Discussion about this post