TARAKAN – Upaya Pemerintah Kota Tarakan dalam meningkatkan kualitas dan nilai tambah komoditas rumput laut masih menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari distribusi bantuan yang terbatas hingga terhambatnya proyek hilirisasi akibat kendala teknis dan regulasi.
Sepanjang 2024, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Tarakan menyalurkan bantuan sarana produksi kepada enam kelompok petani rumput laut aktif yang mengajukan proposal. Bantuan mencakup 7.700 kg bibit rumput laut, 3.500 kg tali 5 mm, 6.300 pelampung kecil, dan 406 pelampung besar.
Namun dari total sekitar 1.700 petani rumput laut di Tarakan, program ini baru menjangkau sekitar 60 orang atau kurang dari 4 persen. “Proposal harus menyertakan nama anggota kelompok, dan sejauh ini baru lima kelompok yang aktif mengajukan,” ujar Kepala DKP Tarakan, Ardiansyah, Selasa (15/4).
Ketimpangan ini memunculkan pertanyaan mengenai keadilan distribusi dan efektivitas program dalam meningkatkan produktivitas pembudidaya secara luas. Kabid Perikanan DKP, Husna Ersant Dirgantara, menyebut bantuan kemungkinan diberikan secara bergilir. Namun, dari lebih 40 kelompok pembudidaya yang tercatat, belum ada kepastian perluasan cakupan bantuan ke depannya.
Di sisi hilirisasi, Pemerintah Kota Tarakan berencana membangun resi gudang dan pabrik pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC) sebagai langkah strategis menstabilkan harga dan mengolah rumput laut menjadi produk turunan seperti biofuel dan pupuk cair. Sayangnya, pembangunan gudang tersebut masih terkendala karena belum memenuhi standar Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan membutuhkan dana Rp1–2 miliar.
“Selain perbaikan teknis, masalah terbesar adalah status lahan yang dikelola Perumda, sehingga tidak memenuhi syarat bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan,” jelas Ardiansyah.
Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Tarakan, Harjo Solaika, menyatakan bahwa revisi Perda diperlukan untuk mengalihkan kewenangan pembangunan gudang dari Perumda ke instansi terkait. Bapemperda berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan melibatkan mahasiswa, DKP, dan Perumda Agrobisnis untuk menyikapi hal ini.
“Permasalahan ini bisa kami masukkan dalam pembahasan Perda 2025, namun harus dipahami secara menyeluruh lebih dulu,” tegas Harjo. (af)
Discussion about this post