TARAKAN — Subuh itu, sunyi masih menyelimuti dermaga. Angin laut membawa bau asin yang khas, menyusup ke balik gudang-gudang kapal. Di sebuah rumah di Jalan Yos Sudarso, seorang warga bersiap menyantap sahur. Tapi yang ia temukan bukanlah ketenangan Ramadan, melainkan jejak maling yang menyelinap lewat pintu belakang, meninggalkan gorden di kursi dapur, dan menghilang bersama sebuah tablet yang baru dibeli.
Tak jauh dari sana, lima hari berselang, sebuah kapal di kawasan Taman Berlabuh kehilangan baling-baling cadangannya. Tak ada saksi, hanya sunyi yang tersisa, dan satu jejak: Ramadhan, pria 29 tahun yang sekali lagi kembali ke dalam berita, ke balik jeruji, dan ke dalam catatan panjang kepolisian Tarakan.
Namanya bukan nama asing bagi aparat. Di kalangan penyidik, ia lebih dikenal sebagai Aco Barat, residivis pencurian yang berkali-kali keluar masuk penjara — namun tak pernah benar-benar bebas dari dunia lama yang kelam.
“Tampaknya jeruji besi belum cukup membuatnya jera,” ucap IPTU Yaswar, Kapolsek Kawasan Pelabuhan usai membekuk Ramadhan, Senin 15 April.
Subuh, Gorden, dan Galaxy Tab
Kejadian pertama terjadi 18 Maret 2025, pukul 03.00 WITA. Seorang warga di Lingkas Ujung hendak sahur. Namun langkahnya terhenti ketika pintu belakang terbuka, dan istrinya menunjukkan gorden yang berpindah tempat — bukan di jendela, tapi di kursi dapur.
Ketika rekaman CCTV diputar, terungkap sosok pria bertubuh sedang, wajahnya tertutup gorden, berjalan pelan, lalu keluar membawa Samsung Galaxy Tab A9 — masih dalam kotaknya, belum sempat dipakai. Nilai kerugian: Rp3,1 juta.
Baling-baling yang Raib
Tanggal 23 Maret, Ramadhan kembali beraksi. Targetnya lebih besar: sebuah kapal bersandar di pelabuhan. Ia menunggu waktu paling hening, lalu masuk saat sang pemilik sibuk di ruang mesin. Hanya dalam hitungan menit, satu baling-baling cadangan hilang tanpa jejak. Kerugian: Rp10 juta.
Ketika polisi menggabungkan dua laporan dan membuka hasil penyelidikan, satu nama mencuat di antara jejak CCTV dan saksi: Ramadhan.
Semua demi Slot dan Sabu
Ketika diinterogasi, tak ada drama. Ia mengakui semuanya. Masuk rumah dengan memanjat dinding dapur, memotong kawat besi, menutupi wajah dengan gorden — semua dijelaskan tanpa penyesalan yang kentara.
Yang lebih memiriskan adalah alasannya: uang hasil curian habis untuk judi slot online dan membeli sabu. Tak ada sisa. Tak ada tabungan. Tak ada jalan pulang.
Polisi mengamankan semua barang bukti: tablet, case silikon bertuliskan “Kuromi,” flashdisk, dan baling-baling kapal yang berhasil ditemukan.
Ramadhan kini kembali mendekam di tahanan. Ia dijerat Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-5 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, dengan ancaman hukuman hingga tujuh tahun penjara.
Namun lebih dari itu, kisahnya mengajukan pertanyaan: berapa banyak jeruji yang harus dibangun agar seseorang bisa berubah? Atau, mungkinkah sistem ini hanya menciptakan lingkaran yang tak pernah putus — di mana nama seperti Ramadhan hanya terus dipanggil untuk kembali?
Discussion about this post